Selasa, 20 September 2011

Kreatifitas Pemulung ( Merubah Sampah Menjadi Barang Layak Jual)

Sampah di Indonesia hingga mencapai lebaran sebanyak 661 ton. Sampah yang setiap hari semakin bertambah, bila tidak kita atasi bersama maka, negara kita ini hanya akan penuh dengan sampah. Baik itu oleh sampah Pabrik maupun sampah rumah tangga. Namun, bagi masyarakat pemulung tentunya semakin banyak sampah tentunya bisa mempengaruhi pendapatan mereka menjadi lebih baik. Namun, khususnya untuk di daerah Antang-Makassar (TPAS Tamangapa), sampah bukan hanya menjadi tempat untuk mendapatkan penghasilan. namun juga bisa menjadi barang yang layak dijual apabila kita fungsikan dengan baik. Sebagai bukti bahwa sampah hanya bukan sekedar bau dan kotor. Yayasan Pabbata Ummi dan Universitas Unhas Makassar. Menggelar lomba kreatifitas dari sampah dan terbukti bahwa masyarakat sekitar sangat pandai dalam membuat kreatifitas. Tentunya, apabila masyarakat pemulung juga mendapat perhatian yang lebih, maka sampah selain bisa dibuat menjadi pupuk juga dapat dibuat menjadi barang yang layak jual.

Sabtu, 23 Juli 2011

Anak Pemulung Pentas Seni Kolosal

Di antara tumpukan sampah, beberapa bocah menari dengan gemulai. Musik mengalir dengan cepat mengiringi lenggak-lenggok anak-anak pemulung yang bermukim di Kawasan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Tamangapa Antang.

Sebuah panggung seni yang berdiri di atas bekas bangunan Sanggar Belajar TPA Tamangapa, menjadi sarana menuangkan kreativitas dalam memperingati Hari Anak Nasional, kemarin. Aksi gemulai tangan mungil yang biasanya memungut sampah daur ulang,kini menghibur. Tanpa canggung,anakanak ini menari bak idola cilik. Aksi menggemaskan bocah ini berakhir bersamaan dengan riuh tepuk tangan seratusan anak lain dan orang tua yang duduk di deretan kursi di depan panggung,di bawah tenda plastik.

Sementara itu,armada pengangkut sampah milik Dinas Kebersihan Makassar berlalu lalang di jalan di samping panggung itu.Mobil ini akan membuang sampah warga Makassar tidak jauh dari panggung. Namun,lalu lalang mobil tidak sedikit pun mengalihkan perhatian anak-anak yang sedang menari.Bau menyengat menusuk hidung yang berembus dari mobil pengangkut sampah warga Makassar.Belum lagi,terik matahari siang itu dan lalat yang menemani pentas seni anak ini.

Semua itu tak menyurutkan semangat anak-anak ini.Itu karena setiap hari mereka bergelut dengan sampah untuk menghidupi keluarga. Sesaat kemudian,anakanak kembali bersorak saat kelompok pendamping anak pemulung mengumumkan hasil lomba dalam rangkaian peringatan Hari Anak Nasional ini. Lomba makan kerupuk, lomba lari kelereng,lomba karung adalah eventyang dilaksanakan khusus untuk ratusan pemulung ini. Bingkisan kecil berisi minuman ringan cukup membuat bocah-bocah ini girang.Setiap anak yang menang dalam lomba yang dilaksanakan dua hari sebelumnya diberikan hadiah kecil.

Mereka yang setiap hari bergelut dengan tumpukan sampah,jarang mendapatkan hadiah. Di sudut lain,dua dokter sibuk memeriksakan mengukur tekanan darah pasien.Kedua dokter ini disiapkan Yayasan Pelangi Kasih Makassar guna memberikan pelayanan gratis kepada warga yang tinggal di sekitar TPA ini. “Ada 514 anak yang dilibatkan dalam peringatan Hari Anak Nasional tahun ini.Kami laksanakan sejak Kamis dan puncaknya hari ini.Kami kerja sama dengan Yayasan Pelangi Kasih Makassar dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulsel, termasuk Saribattang,”ujar Makmur,KetuaYayasan Pabbata Ummi (Yaptau) Makassar, lembaga yang mendampingi anak pemulung di TPA ini.

Kegiatan kali ini tidak melibatkan unsur pemerintah, baik Pemprov Sulsel maupun Pemkot Makassar.Semua biaya dalam kegiatan ini hasil swadaya yayasan.“Kami melakukan pentas seni kolosal tanpa melibatkan unsur pemerintah. Anak terpinggirkan tidak mendapatkan tempat oleh pemerintah dalam memperingati Hari Anak Nasional.Jadi,saya mau katakan bahwa kami bisa melaksanakan kegiatan seperti ini,bukan hanya anak dari keluarga mampu,”ungkapnya.

Dia mengatakan,selama ini anak pemulung sadar tentang haknya,termasuk mendapatkan pendidikan.Belakangan ini anak sudah mulai ingin belajar, tinggal dukungan pemerintah dalam memberikan perhatian. “Anak pemulung juga harus diberi kesempatan mengekspresikan potensi yang dimilikinya. Mereka berhak menikmati masa kecil sama dengan anak-anak lainnya,”ujarnya.

PembinaYayasan Pelangi Makassar Hendrik mengungkapkan, kehadiran yayasan yang beralamat di Jalan Bulusalaka No 27 Makassar,ini untuk memberikan motivasi kepada anak-anak di TPA.Menurutnya, Hari Anak Nasional ini dijadikan momen membalikkan keadaan setiap anak agar bangkit bersaing dengan negara lain,termasuk anak pemulung.“ Kami memberikan sekitar 700 bingkisan kepada anak pemulung.

Ini sekadarnya saja untuk memberikan kegembiraan kepada anak-anak di Tamangapa ini.Mental dan pola pikir anak yang harus diubah. Jika dulu tidak memikirkan masa depan,kami harus memberikan motivasi agar hidup mereka bisa berubah,” tandasnya

Jumat, 01 Juli 2011

PROGRAM PENCEGAHAN PEKERJA ANAK DI TPAS TAMANGAPA

Kerjasama YAPTA-U-LPA Sulsel-LPMP Sulsel-ILO Sulsel

A. TENTANG TPAS TAMANGAPA MAKASSAR
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) di Kota Makassar terletak di Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, 15 Km dari pusat Kota Makassar. TPAS memiliki luas lahan sekitar14,3 ha dan hanya 70 % dari keseluruhan TPAS yang digunakan. Terdapat tiga perkampungan yang berlokasi di sekitar lahan TPAS, yaitu Kampung Bontoa, Kejenjeng dan Kassi.

TPAS Tamangapa mulai dioperasikan tahun 1993. Sebelumnya, TPAS dibangun di Panampu Kecamatan Ujung Tanah sejak tahun 1979. Mengingat keterbatasan wilayah dan lokasinya dekat dengan laut, TPAS kemudian dipindahkan ke Kantisang Kecamatan Biringkanaya pada tahun 1980. Pada tahun 1984, TPAS dipindahkan ke Tanjung Merdeka/Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate. Akan tetapi, pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan pendirian wilayah perumahan disekitar TPAS, maka sejak tahun 1992 Pemerintah Kota Makassar membangun TPAS di Tamangapa.

Dengan jumlah penduduk mncapai 1,3 juta orang, Kota Makassar menghasilkan sekitar 3.800 kubik sampah setiap harinya. Padahal kapasitas maksimun TPAS hanya sekitar 2800 kubik setiap harinya. Lahan TPAS dibutuhkan tambahan untuk menampung tambahan 1000 kubik sisa sampah (Dinas Kebersihan,2008). Dengan perkiraan jumlah penduduk 2,2 juta jiwa tahun 2015, dan rata-rata produksi sampah tiap orang sekitar 0,3 kubik perhari diperkirakan akan dihasilkan total 4.500 kubik sampah tiap hari (Syarief,2010).

Sebagian besar sampah perkotaan yang diolah di TPAS berasal dari sampah rumah tangga, sampah pasar, sampah perkantoran, dan sampah pusat perbelanjaan. lahan TPAS berlokasi sangat dekat dengan daerah perumahan sehingga sering timbul keluhan dari penduduk setempat terkait dengan bau yang tak sedap yang berasal dari TPAS, terutama pada musim hujan.

Terdapat beberapa pusat aktivitas dan perumahan seperti tempat ibadah, sekolah dan perkantoran yang berlokasi sekitar 1 Km dari TPAS. sejak tahun 1991, berbagai perumahan telah didirikan, seperti Perumnas Antang, Perumahan TNI Angkatan Laut, Perumahan Graha Jannah, Perumahan Griya Tamangapa, Perumahan Asri Indah dan Perumahan Karyawan dan Dosen Unhas yang berdekatan dengan TPAS Tamangapa.

Terdapat dua rawa yang berdekatan dengan perumahan dan TPAS tersebut, yaitu Rawa Borong yang berlokasi di sebelah utara dan Rawa Mangara yang terdapat disebelah timur. Air dari Rawa Mangara mengalir menuju Sungai Tallo dan air dari Rawa Borong mengalir menuju saluran air borong.
Di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) terdapat 1.778 orang yang dekat dan terkait dengan aktivitas di TPAS Tamangapa, khususnya pemulung dan keluarganya.

B. PEKERJA ANAK DI TPAS TAMANGAPA

Ditempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Tamangapa-Makassar dan sekitarnya terdapat 780 pemulung dewasa, 199 pemulung remaja (usia > 18 tahun) dan sekitar 29 pemulung anak yang masih aktif.

Jumlah anak usia 6-18 tahun sebanyak 514 anak, terdiri dari 306 laki-laki dan 208 perempuan. Dari 514 anak tersebut terdapat 19 anak yang memulung aktif, dan 10 yang tidak aktif, hanya ikut-ikutan. Sebanyak 114 anak dan remaja tidak bersekolah, putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan di tingkat SMU. Dari 114 anak dan remaja tersebut, 69 anak sulit diintervensi karena tidak menetap. Orangtuanya ada pemulung musiman, yang hanya memulung pada musim-musim tertentu (diluar musim panen dan tanam).

Namun dari 514 anak tersebut, setengahnya rentan menjadi pemulung, selain karena orangtuanya adalah pemulung, mereka berhenti memulung karena dilarang orangtuanya.

Sedangkan jumlah anak balita (bawah lima tahun) sebanyak 290 anak yang terdiri dari 155 perempuan dan 135 laki-laki.

C. PENCEGAHAN PEKERJA ANAK

Memulung atau me-yabo adalah salah satu kategori pekerjaan terburuk, sehingga anak tidak dibolehkan bekerja sebagai pemulung/payabo. Konvensi ILO 182 yang diratifikasi dengan UU No. 1 Tahun 2000 dan Keppres 59/2002 menyebut 13 kategori pekerjaan terburuk yang mencakup : 
  1. Eksploitasi Seksual Komersial
  2. Pekerjaan Di Pertambangan
  3. Penyelam Mutiara
  4. Konstruksi
  5. Jermal
  6. Pemulung
  7. Produksi dan Perdagangan obat-obat terlarang
  8. Pekerjaan di jalanan/Anak Jalanan
  9. Pekerja Rumah Tangga
  10. Kegiatan Industri Rumah Tangga
  11. Perkebunan
  12. Penebangan dan Pengolahan Kayu
  13. Industri Kimia
Sejak tahun 1996, Yayasan Pabbatta Ummi (YAPTA-U) mengupayakan pendidikan formal dan informal bagi pemulung di TPAS, yang didukung oleh berbagai lembaga, baik internasional dan nasional, dengan harapan menghentikan anak-anak bekerja sebagai pemulung.

Sejak pertengahan tahun lalu (Juni 2010) atas dukungan ILO (Internasional Labour Organization), Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Selatan bekerjasama dengan YAPTA-U Makassar dan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Sulawesi Selatan melaksanakn Program Pencegahan Pekerja Anak (Payabo) di TPAS, dengan mengupayakan pendekatan pada sisi advokasi.

Advokasi dilakukan dalam dua cara, yaitu melalui anak dan langsung kepada pengambil kebijakan dan pihak-pihak terkait.

Pertama, melalui anak, yaitu : dengan memperkuat kapasitas anak untuk melakukan advokasi, baik advokasi terhadap temannya sesama pemulung, maupun terhadap pengambil kebijakan. Anak dilatih Teater, Ketrampilan, dan Pembuatan Film, yang semuanya digunakan untuk kampanye dan advokasi. Seperti tampil dipublik dan membuat film dokumenter mengenai pemulung. Film dokumenter digunakan untuk kampanye penghapusan pekerja anak.

Dengan tampil dipublik, pekerja anak dapat sejajar dengan anak-anak lain dan lebih percaya diri, serta secara tidak langsung "mengadvokasi" pihak-pihak terkait untuk peduli, serta menarik keluar teman-temannya sesama pekerja anak.

Kedua, advokasi langsung ke Pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dan berpengaruh terhadap pemulung, misalnya pelatihan guru-guru mengenai pendidikan inklusi dan menghadirkan Walikota Makassar untuk berdialog dengan pekerja anak. Pelatihan pendidikan inklusi bagi guru-guru (SD,SMP,SMU) sangat penting agar mereka menjadi pihak yang mengerti dan mampu menarik anak-anak ke sekolah.

Kehadiran Walikota Makassar di TPAS Tamangapa, selain menegaskan kepedulian pemerintah terhadap pemulung, penegasan Walikota mengenai larangan terhadap anak yang dilibatkan dalam pekerjaan sangat penting bagi pekerja anak dan orangtuanya.

Beberapa kegiatan yang menjadi pendukung dari program tersebut antara lain :
  1. Pemeriksaan Kesehatan
  2. Pendidikan Informal (Selasa, Kamis, Sabtu)
  3. Remedial
  4. Pengadaan Buku Untuk Perpustakaan
  5. Pengadaan Alat-Alat Olahraga
  6. Pengadaan Alat-Alat Musik
  7. Pengadaan Komputer dan Print
  8. Pengadaan Kamera Film
  9. Outbound
  10. Pencetakan Poster dan Sticker